
Hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia bagaimana ? Hukum ibadah kurban di hari raya idul adha dalam syariat islam sendiri menurut Imam Syafi’I adalah sunnah muakkad. Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin ulama dari mazhab Imam Syafi’I dengan tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meniggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat. Beliau berpendapat bahwa menyembelih hewan kurban atas nama keluarga yang telah wafat itu tidak boleh dilakukan , dan pahalanya tidak akan bisa disampaikan kepada yang dituju. Alasannya bahwa tiap ibadah itu, kasusnya orang yang berkurban membutuhkan niat. Dan orang mati tidak bisa berniat.
Sementara di sisi lain, pahala tidak bisa dikirimkan begitu saja kepada orang yang sudah wafat, kecuali bila memang ada wasiat atau waqaf dari mayit itu ketika masih hidup, termasuk pahala sembelihan hewan udhiyah. Lain halnya bila almarhumah sebelum wafat berwasiat atau berwaqaf. Maka memang sejak masih hidup, almarhum telah menetapkan niat, bahkan harta yang digunakan adalah harta miliknya sendiri, yang disisihkan sebelum pembagian warisan. Maka diperbolehkan untuk berkurban.
Sebaliknya, kalangan fuqaha ulama dari Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah mengatakan hukumnya kurban untuk orang yang meninggal itu boleh. Artinya hukumnya sah dan diterima di sisi Allah SWT sesuai tuntunan Nabi Muhammad Rasulullah SAW sebagai pahala penyembelihan hewan kurban. Mereka membolehkan pengiriman pahala menyembelih hewan udhiyah kepada orang yang sudah meninggal dunia. Dan bahwa pahala itu akan bisa bermanfaat disampaikan kepada mereka. Dasar kebolehannya adalah bahwa dalil-dalil menunjukkan bahwa kematian itu tidak menghalangi seorang mayit bertaqarrub kepada Allah SWT sebagaimana dalam masalah shadaqah dan haji.
Disarikan dari “Fiqih: Sembelihan” karya Ahmad Sarwat. Lc., MA